Laman

Sunday, April 12, 2009

Manajemen Keuangan dan Permodalan Koperasi

1. Manajemen Keuangan Sebagai Bagian dari Manajemen Koperasi
Dalam manajemen Koperasi ada tiga unsur utama atau perangkat organisasi Koperasi, yaitu rapat anggota, pengurus dan badan pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi, pengurus merupakan pemegang amanah hasil rapat anggota, dan badan pengawas sebagai pihak yang mengawasi pengurus dalam menjalankan amanah rapat anggota. Dari ketiga unsur manajemen Koperasi ini, pengurus merupakan unsur yang paling memegang peranan. Oleh karena itu pengurus haruslah mereka yang memiliki kemampuan dan komitmen tinggi dalam memajukan Koperasi.
Sebagai badan usaha Koperasi harus dikelola secara profesional, sehingga pengurus yang mendapat amanah dari anggota untuk menjalankan aktivitas organisasi dan usaha Koperasi perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai cara pengelolaan Koperasi. Salah satunya adalah dalam pengelolaan keuangan atau permodalan. Hal ini sesuai dengan tugas pengurus sebagaimana dinyatakan dalam Ayat 1 Pasal 30 UU No. 25 Tahun 1992, antara lain yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan adalah:
1)Mengelola Koperasi dan usahanya
2)Mengajukan rencana kerja serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja Koperasi
(RAPBK)
3)Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
4)Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib.

Keempat tugas pengurus yang terkait dengan manajemen keuangan di atas menunjukkan bahwa mengelola keuangan sangat terkait dengan keseluruhan aktivitas yang ada dalam Koperasi. Dalam hal ini manajemen keuangan Koperasi merupakan bagian dari manajemen Koperasi, yang dalam prakteknya dijalankan oleh pengurus dan diawasi oleh badan pengawas dan anggota. Pengawasan oleh anggota dipandang sebagai pengawasan yang paling efektif, hal ini dikarenakan identitas ganda yang dimiliki oleh anggota, yaitu sebagai pemilik Koperasi sekaligus juga sebagai pengguna jasa/layanan Koperasi.
Sebagai pemilik, anggota memiliki keterikatan dan kewajiban untuk mengawasi jalannya usaha Koperasi. Oleh karena itu pengawasan dari anggota akan lebih efektif dibandingkan pengawasan oleh badan pengawas, karena anggotalah yang merasakan pelayanan yang diberikan Koperasi sehingga dapat langsung merasakan bagaimana jalannya usaha Koperasi. Anggota dapat merasakan apakah kinerja pengurus sudah sesuai dengan amanah rapat anggota atau justru menyimpang dari amanah.
Manajemen keuangan Koperasi sebagai bagian dari manajemen Koperasi sangat terkait dengan masalah kesejahteraan anggota. Hal itu sejalan dengan tujuan normatif manajemen keuangan yaitu meningkatkan kemakmuran para pemilik. Dalam hal ini, manajemen keuangan Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota yang juga merupakan tujuan utama dari pendirian organisasi Koperasi.
Salah satu tugas pengurus, yaitu mengelola Koperasi dan usahanya. Tugas ini sangat terkait dengan masalah manajemen keuangan dalam Koperasi, karena dalam menjalankan Koperasi dan usahanya diperlukan permodalan atau pembiayaan yang akan mendukung pelaksanaan tugas tersebut. Kesalahan yang dibuat pengurus dalam menjalankan usaha akan berakibat fatal dan bahkan berkepanjangan. Oleh karena itu agar jalannya usaha Koperasi sesuai dengan tujuan Koperasi maka diperlukan kerjasama semua unsur yang ada dalam Koperasi. Ini dikarenakan unsur-unsur perangkat organisasi Koperasi merupakan satu kesatuan yang akan menentukan kemajuan Koperasi.

2. Pengertian dan Fungsi Manajemen Keuangan Koperasi
Yang dimaksud dengan manajemen keuangan Koperasi adalah:
Aktivitas pencarian dana dengan cara yang paling menguntungkan dan aktivitas penggunaan dana dengan cara efektif dan efisien dengan memperhatikan prinsip ekonomi dan prinsip-prinsip Koperasi.
Dalam pengertian manajemen keuangan Koperasi di atas mengandung beberapa hal penting, antara lain:
a)Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, minimal fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), implementasi (actuating) dan fungsi pengendalian
(controlling).
b)Kegiatan pencarian dana , adalah memanage aktivitas untuk memperoleh atau
mendapatkan dana/modal, baik yang berasal dari dalam maupun luar Koperasi.
c)Kegiatan penggunaan dana, adalah aktivitas untuk mengalokasikan atau
menginvestasikan modal, baik dlm bentuk modal kerja maupun investasi aktiva tetap.
d)Prinsip ekonomi, adalah suatu prinsip yang dijadikan dasar dalam berbagai kegiatan
ekonomi, yang terdiri
1)Rasionalitas, yaitu suatu tindakan yang penuh dengan perhitungan ekonomis sesuai
dengan tujuan.
2)Efisiensi, yaitu suatu penghematan penggunaan sumber daya
3)Efektivitas, yaitu suatu pencapaian target dari output atau tujuan yang akan
dicapai.
4)Produktivitas, yaitu suatu pencapaian output atas input yang digunakan.
e)Prinsip Koperasi dan aturan lainnya, yaitu suatu aturan main yang berlaku dalam
Koperasi. Yang dimaksudkan disini adalah prinsip-prinsip Koperasi sebagaimana yang
telah diuraikan sebelumnya serta aturan-aturan lainnya yang berlaku pada
masing-masing Koperasi.

Pengertian manajemen keuangan Koperasi seperti di atas menggambarkan bahwa dalam Koperasi juga diperlukan adanya modal. Walaupun dikatakan Koperasi bukan sebagai perkumpulan modal melainkan perkumpulan orang-orang, akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa modal merupakan faktor utama yang akan dapat mensejahterakan anggota. Dengan demikian modal dalam Koperasi merupakan faktor penting dan perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen keuangan.
Terkait dengan masalah modal, maka menjadi tugas pengurus untuk mendapatkan modal/dana dan menggunakannya seefisien dan seefektifkan mungkin. Optimalisasi penggunaan dana merupakan cara untuk mencapai tujuan manajemen keuangan dalam Koperasi. Optimalisasi penggunaan modal akan dapat memaksimisasi profit atau SHU dan pada gilirannya akan dapat memaksimisasi kesejahteraan anggota. SHU yang meningkat dan kesejahteraan anggota yang meningkat akan menambah kepercayaan pihak ketiga (kreditur) terhadap Koperasi. Dengan kepercayaan tersebut, maka Koperasi memiliki peluang untuk dipercaya mengelola modal yang lebih besar lagi.
Perlu diingat, bahwa dalam hubungannya dengan berbagai kegiatan usaha Koperasi, masalah manajemen keuangan atau pembelanjaan merupakan fungsi pokok yang harus mendapat perhatian. Dalam hal ini, maka pihak pengurus atau manajemen Koperasi harus mengarahkannya pada:
1)Terwujudnya stabilitas usaha dengan cara pengelolaan likuiditas dan solvabilitas
yang baik.
2)Terwujudnya pendayagunaan modal yang optimal
3)Terwujudnya kemampuan membentuk modal sendiri.
Ketiga hal di atas merupakan bagian dari indikator kinerja keuangan dan usaha Koperasi. Suksesnya pengurus Koperasi mewujudkan ketiganya, berarti pengurus telah mencapai kinerja keuangan yang baik. Sebaliknya, apabila pengurus gagal mewujudkan ketiganya, berarti kinerja pengurus dinilai buruk. Masalah pertama dari ketiga hal di atas, merupakan gambaran yang diperoleh melalui analisa rasio keuangan dari laporan akuntansi Koperasi. Masalah kedua, menyangkut masalah manajemen keuangan Koperasi. Masalah manajemen keuangan ini menuntut pengurus untuk mememikirkan bagaimana kedua aktivitas (mencari sumber modal dan menggunakan modal) dalam manajemen keuangan dapat dilakukan dengan baik. Dari segi pengelolaan permodalan, Koperasi sebagai badan usaha harus melakukannya dengan perhitungan yang rasional, yang mendasarkan setiap rencana usaha pada studi kelayakan. Perlakuan yang demikian akan memacu pengelola Koperasi untuk selalu berfikir ekonomis sejak awal berdiri, sehingga secara makro kriteria keberhasilan Koperasi dapat diukur dengan menggunakan alat analisa rasio keuangan. Melalui mengukuran tersebut maka dapat diketahui efisiensi pada Koperasi, dan pada akhirnya tingkat efisiensi ini akan menentukan terhadap pencapaian SHU Koperasi.
Masalah ketiga, pada hakekatnya merupakan wujud dari keberhasilan pengurus Koperasi dalam mencapai masalah kedua. Masalah ketiga ini didasarkan atas prinsip Koperasi harus dapat mandiri dan tangguh. Semakin tinggi tingkat efisiensi maka SHU akan meningkat. Peningkatan SHU dengan sendirinya akan meningkatkan pula pembentukan modal sendiri yang dibentuk melalui cadangan.
Ketiga masalah di atas menjadi tugas para pengelola Koperasi (pengurus berserta manajer) untuk dapat menciptakan ketiga kondisi yang menjadi arah dari perkembangan manajemen keuangan Koperasi. Dalam hal ini pengelola harus dapat menciptakan kondisi optimal dalam Koperasi, yang antara lain dapat dilakukan melalui:
1)Optimalisasi skala usaha Koperasi, melalui alokasi modal yang efisien, produktif
dan rasional.
2)Optimalisasi pemanfaatan kapasitas usaha dan modal Koperasi.
3)Optimalisasi kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam bentuk usaha, permodalan
maupun manajemen Koperasi secara umum.
4)Optimalisasi pemupukan modal sendiri, melalui simpanan-simpanan anggota dan
pembentukan dana cadangan.
Agar usaha optimalisasi di atas tercapai, maka sudah seharusnya kesan bahwa ”Koperasi sebagai perkumpulan orang bukan perkumpulan modal” yang seringkali dianggap sebagai faktor penyebab gagalnya manajemen keuangan Koperasi dapat dihapuskan. Ini menjadi tugas berat bagi pengelola Koperasi.

3. Permodalan dan Modal dalam Koperasi
Sebagai badan usaha Koperasi sama dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu sama-sama berorientasi laba dan membutuhkan modal. Koperasi sebagai wadah demokrasi ekonomi dan sosial harus menjalankan usahanya. Oleh karena itu kehadiran modal dalam Koperasi ibarat pembuluh darah yang mensuplai darah (modal) bagi kegiatan-kegiatan lainnya dalam Koperasi.
Dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal lah yang menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melalukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya. Kedudukan modal dalam suatu usaha dikatakan oleh Suryadi Prawirosentono (2002: 117) sebagai berikut:
Modal adalah salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan faktor produksi seperti tanah, bahan baku, dan mesin. Tanpa modal tidak mungkin dapat membeli tanah, mesin, tenaga kerja dan teknologi lain. Pengertian modal adalah “suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari”.
Modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni :
* Sebagian dibelikan tanah dan bangunan
* Sebagian dibelikan persediaan bahan
* Sebagian dibelikan mesin dan peralatan
* Sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai (cash)
Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha.
Modal pada umumnya hanya dipandang dari sudut “uang” atau modal finansial, namun ada pula yang melihat semangat atau tekad seseorang juga merupakan “modal” yaitu modal nonfinansial. Akan tetapi, jarang ditemukan orang berani membuka dan menjalankan suatu usaha hanya dengan modal “nekad” dan “semangat”. Apalah artinya suatu semangat dan kenekadan tanpa disertai dengan modal berupa uang atau alat-alat. Namun, Anda pasti juga pernah mendengar ada orang yang sukses usaha tanpa memiliki modal finansial, yang dimilikinya hanya modal semangat atau modal nekad, bukan ? Keadaan demikian tidak mustahil, dan bisa saja terjadi. Coba Anda cari tahu, mengapa hal itu bisa terjadi dengan mempelajari profil orang-orang sukses dalam berusaha !
Pentingnya faktor modal bagi suatu usaha, digambarkan oleh Bambang Riyanto (1985: 61) sebagai berikut:
“Modal kerja sangat berpengaruh terhadap berjalannya operasi suatu perusahaan sehingga modal kerja harus senantiasa tersedia dan terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha, dengan modal yang cukup akan dapat diproduksi optimal dan apabila dilakukan penambahan modal maka produksi akan meningkat lebih besar lagi”.

Dengan tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga akan mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha. Modal yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan berbagai sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang ditanamkan guna menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola secara optimal maka akan meningkatkan volume penjualan.
Volume penjualan yang meningkat pada umumnya akan disertai dengan peningkatan produksi yang dalam jangka panjang diikuti pula oleh perkembangan usaha tersebut, begitu seterusnya. Hal ini menggambarkan kedudukan modal dalam suatu usaha atau perusahaan memegang peranan penting, yang akan mempengaruhi perkembangan perusahaan selanjutnya malalui laba yang diperoleh perusahaan.
Modal dapat dibedakan atas pengertian sempit dan yang luas. Dalam arti sempit, modal sering diartikan sebagai uang atau sejumlah dana untuk membiayai suatu usaha atau kegiatan. Dalam arti luas, modal diartikan sebagai segala sesuatu (benda modal: uang, alat, benda-benda, jasa) yang dapat digunakan untuk menghasilkan lebih lanjut. Dilihat dari segi fungsinya modal dapat dibedakan atas modal individu dan modal sosial. Modal individu adalah tiap-tiap benda yang memberikan pendapatan bagi pemiliknya. Modal sosial adalah setiap produk yang digunakan untuk produksi selanjutnya
Dengan modal maka produksi dapat berjalan dan produktivitas menjadi tinggi. Oleh karena itu sebagai badan usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan, Koperasi membutuhkan modal baik dalam arti uang/dana maupun benda-benda modal. Dengan demikian modal sebagai salah satu faktor produksi merupakan faktor yang akan mempengaruhi Koperasi dalam mencapai tujuannya. Karena itulah walaupun Koperasi dipandang bukan sebagai perkumpulan modal, namun Koperasi tidak dapat lepas dari masalah modal. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan dalam pengelolaan modal, agar modal yang telah didapat dan dimiliki menjadi alat untuk dapat mensejahterakan anggotanya.
Dengan demikian modal dalam Koperasi pada hakekatnya tidak berbeda dengan pengertian modal secara umum, yaitu sebagai faktor produksi. Namun demikian, modal dalam Koperasi memiliki sumber, sifat dan kedudukan yang khas dibandingkan dengan modal dalam badan usaha lainnya. Untuk mencapai tujuan manajemen keuangan, maka Koperasi harus berkerja berdasarkan prinsip ekonomi yang rasional, yaitu efektif efisien dan produktif serta berpegang pada prinsip-prinsip Koperasi dan ciri khasnya (self help). Hal inilah yang dinamakan dengan memanage modal. Berbicara masalah bagaimana memanage modal berarti berbicara mengenai permodalan.
Fungsi permodalan berkembang dari masa ke masa, yang semula orientasinya hanya pada ”bagaimana cara mendapatkan modal” kemudian berkembang menjadi ”bagaimana cara menggunakan/mengalokasikan modal”. Akhirnya kemudian berkembang dengan fokus ”bagaimana mendapatkan modal dengan cara yang paling menguntungkan sekaligus bagaimana menggunakan modal tersebut secara efektif dan efisien.” Inilah yang dimaksud dengan pengertian permodalan secara luas. Dengan demikian ada dua pokok masalah dalam permodalan, yaitu: 1) mendapatkan modal; dan 2) menggunakan modal.
Masalah permodalan dalam Koperasi menjadi bagian dari tugas pengurus. Pengurus memikul tugas bagaimana dapat menjalankan Koperasi dengan cara memperoleh dana yang tidak merugikan Koperasi, dan menggunakannya seefektif dan seefisien mungkin. Hal ini merupakan wujud dari tujuan manajemen keuangan Koperasi. Tujuan tersebut adalah memaksimisasi laba (SHU) yang pada akhirnya dapat memaksimisasi kesejahteraan anggota.
Berbicara mengenai permodalan dalam Koperasi, maka dapat dibedakan atas:
1)permodalan dari luar Koperasi
2)permodalan dari dalam Koperasi.

1) Permodalan dari Luar Koperasi
Makna dari luar Koperasi bukan berarti dari orang atau pihak di luar Koperasi. Permodalan dari luar Koperasi menunjukkan sumber-sumber modal yang berasal dari orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan Koperasi, baik sebagai anggota Koperasi maupun bukan anggota seperti pihak perbankan atau pemerintah. Permodalan dari luar Koperasi dapat dibedakan atas permodalan sendiri dan permodalan asing.
Permodalan sendiri menunjukkan sumber modal yang merupakan atau menjadi kekayaan sendiri Koperasi. Dengan kata lain modal yang berasal dari sumber manapun (anggota atau non anggota) apabila sifatnya menjadi harta/kekayaan Koperasi maka disebut dengan permodalan sendiri.
Contoh:
•Dari anggota: simpanan pokok dan simpanan wajib anggota menjadi harta Koperasi,
karena simpanan pokok dan simpanan wajib tidak bisa diambil selama yang bersangkutan
menjadi anggota Koperasi.
•Dari non Anggota: hadiah atau bantuan modal dari pemerintah, Hadiah atau bantuan
modal yang tidak harus dikembalikan dan menjadi harta/kekayaan Koperasi.
Permodalan asing menunjukkan sumber modal yang menjadi kewajiban atau bersifat hutang bagi Koperasi. Dengan kata lain permodalan asing merupakan sumber modal yang pada suatu saat harus dikembalikan kepada pemiliknya, baik berasal dari anggota maupun bukan anggota.
Contoh:
•Dari anggota:
oSimpanan sukarela, karena simpanan sukarela dapat diambil setiap saat oleh anggota
oPinjaman dari anggota, yang berarti apabila telah jatuh tempo harus dikembalikan
kepada pemiliknya (anggota).
•Dari non anggota: Pinjaman dari Bank atau pihak lainnya, yang apabila sudah jatuh
tempo harus dikembalikan kepada pemilik modal.

2) Permodalan Dari Dalam Koperasi
Permodalan dari dalam Koperasi menunjukkan sumber-sumber modal yang berasal dari kemampuan atau kekuatan Koperasi dalam membentuk modal, yaitu dari hasil kegiatan usaha yang telah dijalankannya. Semakin berhasil Koperasi memperoleh laba yang besar, maka Koperasi akan dapat membentuk modal yang besar pula. Sebaliknya, apabila dari kegiatan usaha yang dijalankan tidak memperoleh hasil/laba, maka pembentukkan modal pun menjadi rendah dan terhambat.
Ada dua jenis permodalan dari dalam Koperasi, yaitu: 1) permodalan intern; dan 2) permodalan intensif. Permodalan intern adalah permodalan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh Koperasi selama menjalankan usahanya, baik dalam bentuk dana cadangan maupun jumlah SHU itu sendiri. Cadangan diperoleh dari alokasi dengan persentase tertentu yang telah disepakati untuk pembagian SHU tahun berjalan. Dalam PSAK No. 27 (Revisi Tahun 1998) dijelaskan bahwa pembentukan cadangan dapat ditujukan antara lain untuk pengembangan usaha Koperasi, menutup resiko kerugian, dan pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan.
Dari uraian di atas, jelas bahwa cadangan diperuntukkan bagi pembentukkan modal Koperasi. Semakin besar persentase SHU yang diperuntukkan bagi cadangan, berarti semakin besar modal yang dapat dibentuk. Biasanya bagi Koperasi-koperasi yang belum memiliki modal yang kuat seringkali mengalokasikan SHU untuk dana cadangan dengan persentase yang cukup besar (bisa mencapai 50% – 75 % dari SHU). Sebaliknya bagi Koperasi yang permodalannya sudah kuat dan mapan, biasanya hanya mengalokasikan sekitar 20% - 30 % SHU untuk dana cadangan.
SHU yang diperoleh Koperasi dapat digunakan sebagai modal, baik SHU yang belum dibagi/ditahan atau SHU yang tidak dibagi (dengan kesepakatan anggota). Pengurus dapat saja meminta persetujuan anggota untuk tidak membagi SHU yang menjadi hak anggota, misalnya karena Koperasi saat ini sedang membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi usaha. Atau dengan cara menahan sementara SHU yang menjadi hak anggota dan hak-hak pihak lainnya untuk dipergunakan sebagai tambahan modal usaha sampai Koperasi memiliki dana untuk membagikan atau mengembalikannya.
Permodalan Intensif, merupakan permodalan yang berasal dari dana-dana penyusutan atau penghapusan aktiva tetap. Akumulasi dana penyusutan aktiva tetap yang belum dipergunakan untuk membeli aktiva yang akan digantikan, untuk sementara dapat digunakan Koperasi sebagai modal usaha. Sampai saatnya akan digunakan untuk membeli aktiva yang akan diganti, maka dana yang digunakan tadi harus dikembalikan pada peruntukkannya yaitu membeli aktiva yang baru. Jadi permodalan intensif merupakan pemanfaatan dana yang ada dalam Koperasi (dana penyusutan) yang untuk sementara waktu belum digunakan, dipakai untuk modal usaha. Mengapa dana penyusutan aktiva tetap dapat digunakan Koperasi sebagai modal usaha?
Coba Anda perhatikan uraian berikut !
Saat ini suatu Koperasi sedang membutuhkan tambahan modal untuk menambah unit usaha, yang menurut perhitungan akan menguntungkan. Koperasi membutuhkan modal sebesar Rp 20.000.000,- dan saat ini Koperasi baru memiliki modal sebesar Rp 8.000.000,-. Berarti masih kurang Rp 12.000.000,-. Kekurangan modal ini dapat dipenuhi misalnya dengan cara meminjam ke bank dengan tingkat bunga yang cukup besar. Apabila Koperasi memenuhi kekurangan modalnya dengan meminjam ke bank, berarti keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha tambahan tersebut sebagian akan dibayarkan ke bank dalam bentuk pokok pinjaman dan bunga pinjaman. Seandainya pada Koperasi ada dana penyusutan yang belum terpakai, maka itu dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha tadi. Dalam hal ini keuntungan yang diperoleh tidak akan dipakai untuk membayar bunga sebagaimana kalau meminjam ke bank. Mana yang lebih baik ?
Kalau dana penyusutan tersebut memiliki tenggang waktu yang relatif cukup bagi Koperasi untuk mengembalikannya, tentu itu akan sangat menguntungkan. Dan bila waktunya relatif sebentar, misalnya kurang dari satu tahun maka diperlukan perhitungan yang lebih cermat lagi. Dalam hal ini harus mengingat pada ketentuan, bahwa masa penggunaan modal jangan lebih lama dari masa pengembalian modal. Artinya, bila masa penggunaan lebih lama dari masa pengembalian maka saat modal masih digunakan, modal tersebut harus sudah dikembalikan lagi. Hal tersebut tentu saja mengganggu kontinuitas usaha.
Bagi pengurus Koperasi memilih diantara dua atau lebih sumber modal sama-sama memiliki resiko dan beban modal. Oleh karena itu pengurus harus dapat mencermatinya dengan cara membandingkan mana sumber modal yang mengandung beban paling sedikit. Karena beban modal (cost of capital) tetap harus diperhitungkan dan itu menjadi pengurang keuntungan yang diperoleh Koperasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa permodalan dari dalam Koperasi merupakan cara Koperasi dalam memperoleh atau membentuk modal dengan memanfaatkan kekuatan atau kemampuan yang dibentuk sendiri oleh Koperasi.
4. Macam-macam Modal Dalam Koperasi
Berbicara mengenai permodalan otomatis akan pula membicarakan masalah modal. Modal dapat dilihat dari berbagai aspek, sehingga dalam manajemen keuangan dan akuntansi dikenal berbagai macam modal. Apabila ditinjau dari laporan keuangan dalam bentuk neraca, maka akan dijumpai dua kelompok modal, yaitu modal aktif dan modal pasif.
a) Modal Aktif.
Modal aktif terdapat atau dapat dilihat pada bagian Aktiva Neraca, yaitu yang menunjukkan kekayaan atau penggunaan dana/modal. Modal aktif dapat dibedakan atas: 1) modal atau aktiva lancar; dan 2) modal atau aktiva tetap.
Modal lancar disebut juga dengan modal jangka pendek, yaitu modal yang berputar atau habis dalam waktu kurang dari satu tahun. Ada pula yang mengartikan modal lancar sebagai modal kerja, yaitu sebagai modal kerja kuantitatif. (mengenai modal kerja dijelaskan pada bagian lain dari buku ini). Modal lancar diwujudkan dalam bentuk aktiva berupa kas dan sejenisnya, piutang serta persediaan barang. Baik kas, piutang maupun persediaan biasanya berputar dengan waktu yang relatif singkat, bila di ukur dengan waktu biasanya kurang dari satu tahun.
Modal tetap adalah kelompok modal atau kekayaan yang bersifat tahan lama. Apabila di ukur dengan waktu maka masa perputarannya adalah lebih dari satu tahun. Modal tetap dapat dibedakan atas: a) Modal yang tidak berputar atau tidak habis, yaitu berupa tanah; dan 2) Modal yang berangsur-angsur habis, yaitu modal yang digunakan dalam suatu kegiatan (poduksi misalnya) yang lama kelamaan akan aus atau usang sampai tidak dapat digunakan lagi. Contoh: mesin-mesin, alat-alat perlengkapan kantor, gedung, kendaraan, dll. Karena modal tetap ini suatu saat akan habis dan perlu diganti, maka untuk modal tetap yang berangsur-angsur habis perlu ada dana penyusutan (depresiasi). Dana penyusutan ini dibentuk dengan cara menyisihkan dana sebagai biaya yang dihitung dari nilai beli dan usia ekonomis aktiva tersebut, sehingga saat usia ekonomisnya berakhir dana untuk membeli aktiva yang baru telah siap.

b) Modal Pasif.
Modal pasif terdapat atau dapat dilihat pada sebelah Pasiva Neraca, yaitu yang menunjukkan sumber-sumber modal yang diperoleh perusahaan (Koperasi). Modal pasif dapat dibedakan atas:
(1) Dilihat dari masa pengembalian, modal pasif terdiri dari:
a)Modal jangka pendek, yaitu modal yang harus dikembalikan dalam waktu singkat
atau kurang dari satu tahun. Modal pasif jangka pendek disebut dengan kewajiban
atau hutang jangka
Contoh: Pinjaman jangka pendek
Simpanan sukarela
Dana sosial; dana pendidikan, dana pembangunan wilayah, dll.
b) Modal jangka panjang, yaitu modal yang harus dikembalikan dengan masa lebih dari satu tahun. Modal pasif jangka panjang disebut pula dengan kewajiban atau hutang jangka panjang.
Contoh: Pinjaman jangka panjang ke bank atau ke perorangan
Obligasi
(2) Dilihat dari sumber atau asal modal, modal pasif terdiri dari:
a) Modal pinjaman atau modal asing, yaitu modal yang menjadi kewajiban perusahaan (Koperasi) untuk mengembalikannya apabila telah jatuh tempo. Dengan kata lain modal asing adalah setiap modal yang sifatnya sama dengan hutang.
Contoh: Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan bukan bank
Simpanan sukarela
b) Modal sendiri atau ekuitas, yaitu modal yang menjadi harta atau kekayaan perusahaan (Koperasi) dan menanggung resiko. Dengan kata lain modal sendiri adalah modal yang sebagiannya menjadi harta perusahaan (Koperasi) dan sebagian lagi merupakan modal yang harus dikembalikan kepada pemiliknya apabila perusahaan (Koperasi) tersebut berakhir/bubar.
Contoh: Cadangan
Simpanan pokok dan wajib
Hibah, hadiah, sumbangan, dll
Modal dalam Koperasi dijelaskan pada Pasal 41 UU No. 25 Tahun 1992, yaitu: ”Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.” Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut dengan modal ekuiti. Ayat 2 Pasal 41 UU No. 25 Tahun 1992 menjelaskan bahwa modal sendiri Koperasi terdiri dari:
a. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil selama yang bersangkutan menjadi anggota Koperasi.
b. Simpanan wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan menjadi anggota Koperasi.
c. Dana cadangan, yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha (SHU), yang diperuntukkan bagi pemupukan modal sendiri dan untuk menutup kerugian yang diderita Koperasi.
d. Hibah, sumbangan atau hadiah, yaitu sejumlah uang diterima dari pihak lain (pemerintah, lembaga atau perorangan) yang tidak harus dikembalikan Koperasi kepada sipemberinya.
Ayat 3 Pasal 41 UU No. 25 Tahun 1992 dijelaskan bahwa untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat menggunakan modal pinjaman dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya. Modal Pinjaman Koperasi dapat berasal dari:
a. Anggota
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya
c. Bank dan lembaga keuangan lainnya
d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
e. Sumber lain yang sah.
Selain jenis-jenis modal di atas, untuk pengembangan usahanya Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Penjelasan Pasal 42 UU No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa: Pemupukan modal dari modal penyertaan, baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat kegiatan usaha Koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko. Pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan Koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengawasan usaha investasi yang didukung oleh modal penyertaannya sesuai dengan perjanjian.

5. Pemupukan Modal dalam Koperasi
Setiap organisasi usaha termasuk badan usaha Koperasi berusaha untuk terus tumbuh dan berkembang. Untuk dapat tumbuh dan berkembang diperlukan modal yang besar. seperti diketahui, justru Koperasi disinyalir memiliki kelemahan struktural dalam permodalan yang menjadi penghambat bagi Koperasi dalam mengembangkan aktivitasnya.
Modal Koperasi dapat berasal dari modal sendiri dan dari pinjaman pihak ketiga. Kedua jenis modal tersebut memberi peran yang besar dalam pencapaian tujuan, akan tetapi kedua jenis modal tersebut memiliki resiko yang berbeda. Modal pinjaman memiliki beban tetap berupa bunga, dan berarti akan mengurangi laba yang diperoleh. Memilih antara modal sendiri dan modal pinjaman sebenarnya tidak ditentukan hanya dari tingkat bunga modal pinjaman, karena ada faktor lain yang harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah kesempatan untuk memperoleh modal tersebut.
Namun bagi Koperasi dan atau badan usaha lain, jika dilihat dari beban tetap modal pinjaman, menggunakan modal sendiri tentu lebih baik. Oleh karena itu bagi Koperasi pemupukan modal sendiri harus menjadi prioritas. Gambar dibawah ini menjelaskan bagaimana mekanisme pemupukan modal khususnya modal sendiri dalam Koperasi


















Penyertaan
Modal

Simp. Pokok
Dan Wajib Obligasi

Dana
Dana Cadangan
Cadangan

Jasa
Hibah Anggota

MODAL
SENDIRI Dana
Pengurus/
Koperasi SHU Karyawan


Tabungan Dana
Anggt dan Pendidikan
Non Anggt

Dana
Pinj. Bank Sosial
Dan LKBB


Hutang Dana Pemb.
Lain Daerah Kerja


Sumber lain
Modal
Penyertaan






Gambar: Pemupukan Modal Koperasi


Mekanisme pemupukan modal sendiri pada Koperasi bersumber pada Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992. Modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut dengan „Modal Ekuitas“. Walaupun modal sendiri menanggung resiko, namun modal sendiri tidak menanggung beban berupa bunga modal. Inilah kelebihan modal sendiri dibandingkan dengan modal pinjaman. Yang dimaksud dengan modal pinjaman adalah modal yang menjadi hutang Koperasi yang pada suatu saat harus dikembalikan kepada pemiliknya berserta bunga atas modal yang dipijam tersebut. Dengan demikian semakin besar modal pinjaman akan semakin besar bunga yang harus dibayar, sehingga mengurangi laba yang diperoleh. Sedangkan apabila profit (SHU) yang diperoleh besar, maka akan dapat meningkatkan modal sendiri. Karena sebagian SHU tersebut diperuntukkan bagi dana cadangan yang merupakan salah satu komponen modal sendiri. Keadaan sebaliknya akan terjadi yaitu SHU yang diperoleh sedikit/rendah sebagai akibat dari besarnya bunga yang harus dibayar dari penggunaan modal pinjaman.
Disamping dari dana cadangan, modal sendiri Koperasi berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota. Namun yang menjadi persoalan dari kedua sumber modal sendiri ini adalah masalah ketaatan dan ketepatan waktu anggota dalam menyetor simpanannya, kecuali bagi Koperasi fungsional. Karena pada Koperasi fungsional (misalnya Kopkar atau KPRI), simpanan anggota biasanya langsung dibayar melalui pemotongan gaji anggotanya.
Terkait dengan masalah simpanan anggota, hal itu menjadi tugas dari pengurus Koperasi untuk dapat menciptakan dan meningkatkan partisipasi modal dari anggota. Bagi pengurus tentu saja tidak hanya mementingkan kuantitas atau jumlah anggota yang besar, melainkan adalah kualitas dari anggotanya. Kualitas anggota tercermin dari bagaimana anggota menunaikan hak dan kewajibannya terhadap Koperasi. Ini sebenarnya konsekuensi logis dari identitas ganda (dual identity) anggota, yaitu sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna atau pelanggan Koperasi. Apabila pada setiap diri anggota telah tumbuh rasa memiliki (sense of belonging) maka akan tumbuh rasa bertanggung jawab (sense of responsibility) terhadap miliknya (dalam hal ini Koperasi). Keadaan demikian diwujudkan anggota dalam bentuk partisipasi aktif, salah satunya adalah dalam pemupukan modal melalui simpanan wajib anggota.
Unsur lain dari modal sendiri adalah „Hibah“, baik yang berasal dari pemerintah, swasta, lembaga atau perorangan. Hibah dapat dikatakan sebagai modal pelengkap karena pertambahannya tidak bersifat kontinue. Dengan demikian Koperasi tidak dapat mengandalkan modalnya dari sumber modal berupa Hibah ini.
Selain modal sendiri seperti uraian di atas, dalam Koperasi juga digunakan modal pinjaman. Modal pinjaman atau modal asing biasanya berupa pinjaman yang berasal dari lembaga keuangan baik bank atau non bank, maupun berasal dari perorangan baik anggota atau bukan anggota. Simpanan sukarela anggota digolongkan sebagai modal pinjaman Koperasi. Simpanan sukarela merupakan satu-satunya modal pinjaman yang tidak memiliki beban bunga. Artinya walaupun digolongkan sebagai modal pinjaman, namun Koperasi tidak memiliki kewajiban untuk memberi bunga atas simpanan sukarela tersebut. Karenanya berkaitan dengan partisipasi anggota dalam bentuk kontribusi modal adalah bukan hanya bergantung pada simpanan pokok dan simpanan wajib, melainkan harus dapat mendorong simpanan sukarela yang tinggi dari anggota.
Selain jenis modal yang diuraikan di atas, saat ini Koperasi memiliki pula kesempatan memupuk modal melalui penyertaan dan pemilikan saham perusahaan yang dicicil dari devidennya. Mengenai modal penyertaan dan modal pemilikan saham Koperasi di atur dalam peraturan tersendiri.
Koperasi dapat memupuk modal dengan lebih baik, apabila Koperasi dapat menggunakan modalnya secara baik pula. Artinya penggunaan atau alokasi modal, baik dalam bentuk modal lancar maupun modal tetap harus diperhitungkan secara tepat. Khusus penggunaan modal untuk investasi atau pengembangan usaha, maka sedapat mungkin berdasarkan perhitungan yang matang melalui analisa proyek. Pilihlah investasi yang profitable dan sesuai dengan bidang usaha Koperasi tersebut.
Kelebihan dana atas usaha pokok yang telah dijalankan dapat diinvestasikan pada bentuk lain, misalnya disimpan di bank, dibelikan pada surat berharga (jangka pendek) atau ditanamkan pada Koperasi atau perusahaan lain. Dengan demikian berarti akan terdapat produktivitas dana, dibandingkan jika dana tersebut hanya disimpan dalam bentuk kas.



Perbedaan Laba Koperasi dan non Koperasi
Sebagai badan usaha Koperasi memiliki tujuan untuk mensejahterakan anggotanya khususnya dan masyarakat pada umumnya. Salah satu faktor penentu dalam mensejahterakan anggota tersebut adalah ”laba” yang diperoleh Koperasi. Lainnya halnya dengan tujuan badan usaha lain, tujuan utamanya adalah memaksimalkan keuntungan. Dengan demikian, laba atau keuntungan dalam Koperasi bukanlah tujuan utama, namun laba tersebut dijadikan sebagai salah satu alat untuk mensejahterakan anggota sebagai tujuan utama Koperasi. Terkait dengan tujuan mensejahterakan anggota ini, Soemitro Djohjohadikusumo (1981: 21) mengatakan:
”Koperasi sebagai organisasi ekonomi harus berani terjun dalam kegiatan-kegiatan usaha seperti organisasi ekonomi lainnya, tetapi dengan tujuan yang berbeda. Perbedaannya terletak pada tujuan yang ingin dicapai. Jika badan usaha untuk memaksimalkan keuntungan sedangkan Koperasi untuk kesejahteraan anggota”.
Oleh karena itulah, keberhasilan usaha suatu Koperasi tidak hanya dilihat dari berapa besar laba yang dapat dihasilkan Koperasi, tetapi dari berapa besar manfaat yang dirasakan anggotanya dari keberadaan dan keanggotannya dalam Koperasi. Suradjiman (1997: 239) mengatakan: ”.....keberhasilan Koperasi tidak semata-mata di ukur dari berapa besar laba atau SHU, melainkan dari manfaat berkoperasi (Cooperative Effect) bagi kepentingan ekonomi anggotanya”.
Bertolak dari cara pengukuran keberhasilan Koperasi di atas, maka kiranya Anda dapat menyimpulkan atas pertanyaan ”apakah dalam Koperasi ada laba?” Jawabnya, tentu saja ada, hanya laba dalam Koperasi bukan merupakan laba maksimal. Timbul pertanyaan selanjutnya: ”mengapa bisa seperti itu?”
Ya, itulah makna dari tujuan Koperasi mensejahterakan anggota. Dalam prakteknya, sebenarnya Koperasi dapat saja memperoleh laba maksimal, namun itu dengan konsekuensi pelayanan yang diberikan kepada anggota disertai dengan beban yang mahal/tinggi. Dan, dengan demikian bukan lagi Koperasi namanya. Bukankah Anda pernah mendengar atau menemukan suatu lembaga keuangan dengan memakai nama Koperasi, namun dalam prakteknya tidak menggunakan prinsip-prinsip Koperasi?
Bila Koperasi memiliki tujuan mencapai laba maksimal, lantas apa bedanya Koperasi dengan badan usaha non Koperasi ? Nah itulah yang perdebatan sebagian kalangan. Di satu pihak, ada yang mengatakan bahwa Koperasi harus mengejar keuntungan maksimal agar dapat mensejahterakan anggotanya. Sedangkan pihak lain mengatakan, bahwa itulah konsekuensi dari bentuk hukum Koperasi, yaitu bukan laba maksimal. Mana yang benar, mengapa laba di Koperasi selalu rendah bila dibandingkan dengan usaha sejenis? Tentu saja kita harus mengembalikannya pada jatidiri Koperasi, yaitu mengacu pada prinsip-prinsip Koperasi.
Pembagian Sisa Hasil usaha
Untuk siapakah Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi, apakah untuk pemerintah, pengurus dan pengawas atau untuk anggota ? Jawabannya adalah terkait dengan jawaban milik siapakah Koperasi.
Bagi Koperasi sebenarya kebijakan pembagian SHU tidak menjadi persoalan serius, karena semuanya diserahkan pada anggota melalui keputusan rapat anggota dengan tetap mengacu pada AD/ART Koperasi dengan menempatkan unsur manusia di atas unsur materi (uang). Lainnya halnya dengan badan usaha non Koperasi yang menempatkan unsur materi di atas segalanya.
Identitas ganda anggota (dual identity) salah satunya adalah menggambarkan secara jelas bahwa anggota adalah sebagai pemilik Koperasi. Oleh karena itu Sisa hasil Usaha yang diperoleh Koperasi, apabila untung, maka keuntungan/labanya juga merupakan milik anggota. Sebaliknya apabila SHU tersebut adalah rugi, maka kerugiannya menjadi kewajiban atau ditanggung oleh anggota. Bagaimana cara membaginya ?
PSAK No 27 menjelaskan bahwa: “Sisa hasil usaha tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Koperasi. Dalam hal jenis dan jumlah pembagian sisa hasil telah di atur secara jelas maka bagian yang tidak menjadi hak Koperasi diakui sebagai kewajiban. Apabila jenis dan jumlah pembagiannya belum di atur, maka sisa hasil usha tersebut dicatat sebagai sisa hasil usaha belum dibagi dan harus dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan”.
Suatu kebiasaan dalam Koperasi, bahwa sisa hasil usaha yang diperoleh dalam tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga. Keharusan pembagian sisa hasil usaha tersebut juga dinyatakan dalam undang-undang perkoperasian. Penggunaan sisa hasil usaha yang dibagikan tersebut diantaranya adalah untuk anggota, dana pendidikan dan untuk Koperasi sendiri. Jumlah yang merupakan hak Koperasi diakui sebagai cadangan.
Pembagian seperti di atas, sebagaimana dinnyatakan ayat 2 Pasal 45 U No. 25 Tahun 1992 dikatakan:
Sisa hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain Koperasi, sesuai dengan Rapat Anggota.
Dengan demikian pembagian Sisa Hasil Usaha antara Koperasi yang satu dengan Koperasi yang lain belum tentu sama, semua sangat tergantung pada kesepakatan dalam rapat Anggota serta ketentuan Anggaran Dasar (AD) Anggaran Rumah Tangga (ART) Koperasi masing-masing. Yang sama adalah pada setiap alokasi SHU pada Koperasi manapun, sebelum dibagikan ke anggota terlebih dahulu harus dikurangi cadangan. Artinya cadangan yang merupakan potensi dalam pemupukan modal Koperasi harus mendapat prioritas utama. Lihat uraian pada Bab II tentang pemupukan modal Koperasi.
Setelah dikurangi cadangan, pembagian selanjutnya adalah tergantung pada prosentase pembagian SHU yang telah disepakati atau sesuai dengan aturan Koperasi.

Contoh
Pembagian SHU yang dinyatakan dalam Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kopwan Warga Mekar Endah Kabupaten Bandung. Pada Pasal 44 Anggaran dasar, dikatakan SHU yang diperoleh, pembagiannya di atur sebagai berikut:
a. 20 % - cadangan
b. 50 % - Anggota sebanding dengan jasa usahanya terhadap Koperasi
c. 5 % - Dana Pendidikan
d. 10 % - Dana Pengurus
e. 5 % - Dana Karyawan
f. 5 % - Dana Sosial
g. 5 % - Dana pembagunan Daerah kerja
Dan dalam ayat 1 Pasal 45 Anggaran Rumah Tangganya, sesuai dengan Rapat Anggota pembagian Sisa Hasil Usaha tersebut dibagi sebagai berikut:
a. 20 % - cadangan
b. 30 % - Anggota sebanding dengan jumlah simpanan (partisipasi modal)
c. 25 % - Anggota sebanding dengan jjasa usaha (partisipasi dalam transaksi usaha)
d. 5 % - Dana Pendidikan
e. 10 % - Dana Pengurus
f. 5 % - Dana Sosial
g. 5 % - Dana pembagunan Daerah kerja
Sementara itu, dalam ayat 2 Pasal 45 ART dikatakan: “Pembagian dan prosentase sebagaimana ayat (1) di atas dapat berubah sesuai dengan keputusan Rapat Anggota”.
Dari contoh di atas, artinya bahwa pembagian SHU dalam suatu Koperasi bisa saja berubah setiap tahun, tergantung pada keputusan atau hasil rapat anggota. Bila anggota menghendaki adanya perubahan, maka prosentase dan unsur alokasinya dapat berubah.
Lebih lanjut dalam PSAK No. 27 dikatakan: Pembagian sisa usaha tersebut harus dilakukan pada akhir periode pembukuan. Artinya pembagian sisa hasil usaha hanya dilakukan satu kali dalam setahun.

No comments:

Post a Comment